Paradoks Kembar Part 1


“Jika hidup adalah pilihan, maka tidak akan pernah ada yang namanya pilihan terbaik, yang ada hanyalah sebaik apa kita untuk pilihan itu…”
Seperti biasa, sehabis menyeruput secangkir kopi pahit buatan sang istri, lelaki itu pun bergegas pergi meninggalkan rumahnya. Mungkin lebih tepat disebut gubuk, dibandingkan rumah, karena ukurannya yang sangat kecil dan sangat sederhana. Gubuk itu berupa bangunan kotak yang berukuran tidak lebih dari 4x4 meter persegi, dindingnya terbuat dari anyaman kulit bambu (tepas), beratapkan anyaman daun kelapa kering, dan hanya berlantaikan tanah. Setiap hari lelaki itu pergi ke ladang yang letaknya tidak jauh dari gubuk tempat mereka tinggal, untuk bertani dan bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tidak pernah ada kata hari libur baginya, mungkin sepanjang hidupnya kata itu tidak pernah sekali pun ia dengar dan terlintas dalam pikirannya. Sementara sang istri, setiap hari menjelang siang ia selalu datang menghampiri sang suami di ladang dengan membawa bekal makan siang seadanya, dan kemudian menyantapnya bersama sang suami di bawah teduhnya bayang-bayang pepohonon di tengah teriknya sengatan matahari siang. Terkadang, apabila ada kelebihan dari hasil pertanian yang mereka peroleh, sang suami  akan menjualnya ke pasar untuk dibelikan lauk-pauk ataupun kebutuhan lainnya. Demikianlah hari demi hari yang mereka lalui berdua selama bertahun-tahun. 
Baca selengkapnya..

Hampir genap satu dasawarsa mereka menikah, namun sepertinya Tuhan belum mempercayakan sosok seorang anak pun untuk hidup dalam penjagaan dan kasih sayang kedua suami istri tersebut. Hingga suatu hari ketika sang suami hendak pulang ke rumah sehabis menjual sebagian hasil ladangnya di pasar, di tengah perjalanan pulang itu ia bertemu dengan seorang nenek tua renta yang bungkuk dengan pakaian kumal yang menarik perhatiannya. Sambil menengadahkan tangannya, nenek itu meminta-minta dengan nada lirih dan memelas kepada orang-orang yang ada di pasar. Perasaan ibanya pun muncul seketika. Melihat wajah wanita tua itu ia teringat dengan almarhumah ibunya yang sudah lama meninggal. Walau dengan berat hati, ia menyerahkan beberapa buah cimpa (makanan khas karo yang terbuat dari beras ketan dicampur gula dan kelapa parut yang dibungkus dengan daun pisang) yang baru dibelinya di pasar. Seyogyanya, makanan itu adalah makanan pesanan istrinya yang sudah sejak sangat lama diinginkan sang istri, namun baru hari itu mereka mendapat hasil panen yang sedikit berlebih sehingga ia baru bisa memenuhi keinginan istrinya itu. Sesampainya di rumah, sang istri menyambut sang suami dengan perasaan suka cita. Senang melihat sang suami kembali ke rumah dengan selamat, dan disisi lain, makanan yang selama ini ia inginkan akhirnya bisa ia peroleh. Namun sang istri mendapati gelagat sedih di wajah suaminya, lalu sang istri pun bertanya apa gerangan yang terjadi sehingga sang suami tampak terlihat sedih seperti itu. Lantas sang suami pun menceritakan perihal pertemuannya dengan sang nenek dalam perjalanan pulangnya tadi, dan dengan rasa penyesalan yang dalam, ia meminta maaf kepada sang istri karena telah memberikan makanan pesanannya itu kepada sang nenek. Mendengar kisah suaminya itu, bukan gurat kecewa yang ia dapati pada wajah sang istri, tapi sebaliknya, segurat senyum tulus membentang di bibir sang istri. 
“kenapa tersenyum, adek tidak marah sama abang?”
Sambil tersenyum lalu istrinya menjawab, “tidak bang, justru adek senang dan bahagia sekali mempunyai suami yang berhati baik seperti abang. Jika adek menjadi abang, adek juga akan melakukan hal yang sama seperti yang abang lakukan”.

Mendengar jawaban sang istri, sang suami pun lantas tersenyum dan meneteskan air mata, dan spontan, ia pun lalu memeluk istri yang sangat ia cintai itu.
Malam hari setelah kejadian itu, sang istri bermimpi aneh. Dalam mimpinya, rumah mereka kedatangan tamu seorang nenek tua renta yang jalannnya membungkuk sambil memegang sebuah tongkat. Nenek itu lalu mengelus-elus perutnya sambil berkata, 
“tidak ada balasan kebaikan melainkan kebaikan juga”.
Keesokan harinya, sang istri pun menceritakan mimpi aneh yang ia alami kepada sang suami. Badan sang suami seketika gemetar dan merinding ketika mendengar penuturan sang istri perihal ciri-ciri nenek yang datang kemimpinya semalam. Ciri-ciri yang disebutkan sang istri ternyata persis sama dengan sosok nenek tua renta yang ia jumpai di pasar pada hari sebelumnya. Walau menangkap suatu keanehan pada rangkaian peristiwa yang mereka alami, suami istri tersebut mencoba menganggapinya dengan wajar, dan menjalani kehidupan mereka secara normal seperti biasanya. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, sang istri mendapati tanda-tanda kehamilan terjadi padanya. Ia merasa lebih sering mual-mual dan pusing. Sang suami yang mendengar kabar tersebut, langsung melonjak kegirangan, dan memeluk sambil menggendong sang istri. Akhirnya cabang bayi yang selama bertahun-tahun telah mereka tunggu akan hadir juga. Kesunyian gubuk mereka segera akan sirna, dan berganti dengan tangisan bayi mungil yang akan segera hadir menghiasi hari-hari mereka.

Bersambung...

Sponsor:
Salam Aqiqah Siapa Memenuhi Kebutuhan Kambing Aqiqah Anda

Komentar